Sabtu, 28 Maret 2015

MENJELAJAHI PANGALENGAN, KAB. BANDUNG


Apa yg pertama kalian pikirkan ketika mendengar kata Pangalengan, Bandung?!
Perkebunan teh, susu murni, villa-villa kuno, perkebunan kopi, situ cileunca atau hawa dingin pegunungan?!

Kali ini saya akan menceritakan perjalanan singkat saya selama di Pangalengan, Bandung.
Destinasi pertama kali ini di Pangalengan adalah Situ Cileunca. Namun kami tidak menuju Situ Cileunca dari arah depan, melainkan dari pinggir jalanan desa. Gratis.



Setelah parkir kendaraan yg kami bawa, kami beristirahat sejenak di warung kopi sambil sedikit sarapan gorengan. Sambil menikmati hawa sejuk Situ Cileunca.



Jembatan ini sebenarnya hanyalah jembatan biasa penghubung 2 desa yg berseberangan. Warga sekitar menamai jembatan ini dengan sebutan jembatan cinta karena setiap sore menjelang malam, selalu ada muda mudi yg sedang pacaran dijembatan tersebut. Lucu ya.

Setelah menikmati Situ Cileunca sejenak, kami pun melanjutkan ke destinasi kedua kali ini menuju Villa Jerman, didaerah Cukul.
Melewati perkebunan teh yg berbukit-bukit, udara yg semakin dingin siang itu dan mendung, membuat kami semakin ingin cepat-cepat sampai tujuan. Waktu yg ditempuh hanya sekitaran 15 menit dari kawasan Situ Cileunca. Sesampainya di Villa Jerman, kami langsung menemui petugas penjaga Villa. Kami hanya ingin berkunjung saja, sebentar dengan mengabadikan beberapa foto saja. Lalu kami pun dipersilakan untuk mengambil foto.



Disela-sela kami mengambil foto, kami pengobrol dengan Bapak penjaga Villa tersebut. Sejarah asal muasal berdirinya Villa, perbaikan Villa yg dilakukan berkali-kali sampai pada obrolan dimana nyaris membuat bulu kuduk kami berdiri.

“Jang, kalo berani diem di dalem Villa dari sore sampai jam 9 malem, bapak bakalan kasih ujang hadiah”
“Hadiah apa pak?!”
“Ya hadiah, asal berani”

Tanpa pikir berkali-kali pun saya tidak mau menanggapi tantangan dari si Bapak Penjaga Villa itu. Karena konon kabarnya, penghuni lain dari villa itu memang suka jahil. Hihihiiii..



Destinasi ketiga, kami menuju Perkebunan Teh Malabar. Perkebunan teh yg membentang dari ujung keujung, udara khas daerah pegunungan, membuat kami semakin betah untuk berlama-lama berada disini. Jarang-jarang kita bisa menemukan hal langka semacam ini dikota.

Ditengah-tengah Perkebunan Teh Malabar, terdapat makam juragan Perkebunan Teh Malabar tempo dulu.




K.A.R Bosscha

Seorang brilliant yg memiliki dedikasi integrasi serta kepribadian yg kuat. Datang ke Indonesia pada tahun 1887. Berhasil mengelola  dan mengembangkan Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan pada tahun 1896 – 1928. Dikenal juga melalui sumbangsih serta peranan atas karya-karyanya antara lain:
-          Technische Hogeschool, saat ini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung
-          Societeit Concordia, saat ini dikenal sebagai Gedung Merdeka Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika
-          Observatorium Bosscha, gedung peneropong bintang yg memiliki lensa terbesar didunia saat itu (1923 – 1926)
-          Dan beberapa karya-karya besar lainnya

Peristirahatannya yg terakhir disini adalah tempat beliau bertetirah disela-sela kesibukannya sehari-hari.

Ada pengalaman sedikit kurang menyenangkan selama berada dimakam Bosscha tersebut. Ketika saya hendak mengabadikan beberapa foto, ada sekumpulan lebah yg mengelilingi badan saya dan hampir menyengat saya. Berlangsung agak lama sampai saya dan teman saya berlari menjauhi area makam Bosscha tersebut. Hmmmm.



Setelah itu kami menyempatkan diri untuk mampir ke tempat Penangkaran Rusa Pangalengan, disekitar Perkebunan Teh Kertamanah. Karena saat itu sudah sore, dan penjaganya sudah tidak ada, kami tidak bisa masuk kedalam penangkarannya, melainkan hanya bisa melihat-lihat dari luar pagar besi. Untung saja, ada pedagang yg biasa berjualan disana dan menyediakan makanan rusa berupa wortel-wortel kecil. kami hanya tinggal membeli wortel-wortel tersebut lalu memberikan makan para rusa dari pagar besi pemisah. Harga wortel kecil itu sendiri hanya Rp 2.000/bungkus.
Lucu-lucu sekali rusa-rusa yg kami beri makan. Mereka saling berebut wortel satu sama lain. Hehee.

Setelah perjalanan kali ini dirasa cukup, kami pun bergegas pulang menuju Bandung. Tak lupa membeli beberapa liter susu murni khas Pangalengan.

@rullzmika
Instagram: rullzmika


#PANGALENGAN
#EXPLOREBANDUNG
#BANDUNG
#JENGKALJENGKALCERITA

2 komentar:

  1. Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

    Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana

    Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

    Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
    di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

    Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
    demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

    Aku mencintaimu..

    Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

    (1989)”
    ― Sapardi Djoko Damono

    BalasHapus
  2. main ke jembaan merah itu lho yang bikin degdegan apalagi di musim dingin atau musin hujan gini, airnya naik ke atas,

    BalasHapus